
Revisi atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI saat ini sedang dibahas oleh DPR RI dan pemerintah. RUU ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan negara serta meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan prajurit TNI. Namun, sejumlah poin dalam draf revisi memicu kontroversi publik, khususnya terkait kemungkinan kembalinya peran ganda militer dalam urusan sipil.
Tiga Klaster Utama Pembahasan RUU
Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, menyebutkan tiga klaster utama dalam revisi ini:
- Kedudukan Kementerian Pertahanan dan TNI
- Penempatan prajurit aktif di lembaga sipil
- Penyesuaian usia pensiun prajurit
Meski Menhan berharap RUU ini segera disahkan, Utut menyatakan proses pengesahan masih menunggu kesiapan pemerintah.
Fokus Besar pada Kesejahteraan Prajurit
RUU ini juga menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan 485.000 personel TNI. Lebih banyak pasal dialokasikan untuk mendukung peningkatan taraf hidup prajurit, yang diharapkan mampu mendorong moral dan profesionalisme mereka. Namun, detail pendanaan dan mekanisme pelaksanaannya masih perlu dikaji agar efektif dan transparan.
Kritik terhadap Rapat Tertutup di Hotel Mewah
Pembahasan RUU ini menuai kritik karena digelar secara tertutup di Hotel Fairmont Jakarta, bukan di gedung DPR. Aktivis dari Koalisi Sipil mengecam pilihan lokasi tersebut karena dinilai tidak transparan dan boros anggaran. Aksi unjuk rasa sempat memanas, bahkan terjadi gesekan dengan petugas keamanan hotel.
Pihak DPR berdalih hotel tersebut memenuhi standar biaya masukan (SBM) dan kenyamanan, namun tetap menuai protes dari masyarakat sipil.
Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil
Salah satu poin kontroversial adalah perluasan lembaga sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Awalnya hanya 10 lembaga, kini ditambah menjadi 16 institusi, termasuk:
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
- BNPB
- BNPT
- Bakamla
- Kejaksaan Agung
- Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Namun, prajurit yang ingin mengisi posisi di luar daftar ini tetap harus mengundurkan diri dari dinas aktif.
Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRI
Pasal 47 menjadi sorotan karena memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil tanpa harus pensiun lebih dulu. Koalisi masyarakat sipil menilai ini sebagai bentuk baru dari dwifungsi ABRI, yang bisa melemahkan profesionalisme militer dan supremasi sipil.
Amnesty International Indonesia dan Imparsial memperingatkan bahwa langkah ini berisiko menciptakan loyalitas ganda dan membuka ruang intervensi militer dalam urusan sipil.
Perluasan Tugas OMSP
RUU juga menambah daftar Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dari 14 menjadi 17, dengan penambahan:
- Operasi siber
- Penanganan narkoba
Pelaksanaan tugas tambahan ini akan diatur lewat Peraturan Presiden (Perpres). Meski tujuannya baik, perlu pengawasan ketat dan transparansi agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Penyesuaian Usia Pensiun Prajurit
Penyesuaian usia pensiun juga dibahas dalam revisi ini, mempertimbangkan peningkatan usia harapan hidup dan produktivitas prajurit. Selain itu, RUU mencakup aturan soal jati diri TNI, peran dan fungsi, serta struktur organisasi TNI agar sesuai dengan tantangan zaman.
Pentingnya Transparansi dan Partisipasi Publik
Meski revisi ini bertujuan meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan TNI, keterlibatan publik dan transparansi dalam proses pembahasan sangat penting. RUU ini harus tetap berada dalam jalur demokrasi, menjaga supremasi sipil, serta mencegah kembalinya dominasi militer dalam kehidupan pemerintahan.
Refrence : Liputan6