
Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo mengakui bahwa masih ada kelemahan dalam pelayanan kepolisian, terutama terkait lambatnya respons terhadap laporan warga. Kondisi ini menciptakan fenomena baru di masyarakat: banyak warga lebih memilih melapor ke Pemadam Kebakaran (Damkar) ketimbang ke pihak kepolisian. Perubahan pola pelaporan ini terjadi karena warga merasa Damkar lebih sigap menangani laporan, meski tugas utamanya bukanlah menangani tindak kriminal.
Pernyataan tersebut disampaikan Dedi saat mengikuti rapat bersama Komisi III DPR RI, Wakil Kejaksaan Agung, dan Kepala Badan Pengawas MA di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Dalam rapat itu, Dedi menyoroti sejumlah kelemahan yang masih terjadi di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Respons Polisi Dianggap Terlalu Lama
Menurut Dedi, waktu respons polisi saat ini masih belum memenuhi standar internasional. PBB menetapkan quick response time ideal berada di bawah 10 menit. Namun, kenyataannya respons kepolisian di lapangan sering kali melebihi angka tersebut.
“Di bidang SPKT, lambatnya quick response time menjadi perhatian. Standar PBB itu di bawah 10 menit, sementara kami masih di atas batas itu. Ini harus segera kami perbaiki,” ujar Dedi dalam rapat tersebut.
Keterlambatan inilah yang membuat sebagian masyarakat kehilangan kepercayaan dan mencari jalur laporan yang lebih cepat. Di beberapa kasus, warga lebih memilih menghubungi Damkar meski aduan mereka bukanlah urusan kebakaran. Fenomena ini menunjukkan warga kini lebih mengejar kecepatan penanganan dibanding prosedur instansi yang tepat.
Warga Lebih Mudah Hubungi Damkar
Dedi juga menyebutkan bahwa kemudahan hotline 110 yang terhubung dengan layanan Damkar membuat masyarakat cenderung memilih jalur tersebut. Menurutnya, masyarakat merasa Damkar lebih responsif dan cepat dalam menjawab panggilan, sehingga dianggap lebih efektif meski bukan ranah pekerjaan mereka.
“Kemudian optimalisasi pelayanan publik berbasis digital adalah 110. Saat ini masyarakat lebih mudah melaporkan segala sesuatu ke Damkar,” katanya.
Ia menambahkan bahwa Damkar selama ini memiliki kultur respons cepat, sehingga warga menganggap layanan tersebut lebih bisa diandalkan untuk situasi mendesak.
Komitmen Polri untuk Berbenah
Dedi menegaskan bahwa Polri berkomitmen memperbaiki kinerja agar dapat merespons laporan masyarakat dalam waktu kurang dari 10 menit. Pembenahan internal, pembaruan SOP, serta peningkatan profesionalisme petugas SPKT menjadi prioritas utama.
“Karena Damkar quick responsenya cepat dan dengan optimalisasi layanan 110, harapan kami setiap pengaduan masyarakat bisa direspons di bawah 10 menit,” tegasnya.
Catatan Merah Polri: Gakkum dan Pelayanan Publik
Selain masalah respons lambat, Dedi juga menyinggung adanya catatan merah pada kinerja Polri, terutama pada penegakan hukum (Gakkum) dan pelayanan publik. Menurut penilaian yang digandeng bersama Litbang Kompas, ada tiga indikator utama yang dinilai masyarakat: pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas), penegakan hukum, dan pelayanan publik.
“Harkamtibmas mendapatkan poin cukup bagus. Artinya, masyarakat menilai tugas pokok Polri di bidang ini berjalan baik,” kata Dedi.
Namun, dua indikator lainnya—Gakkum dan pelayanan publik—masih mendapat penilaian di bawah standar. “Gakkum dan pelayanan publik menjadi catatan merah bagi kami, dan harus kami perbaiki. Pada Februari, Maret, April, kami sudah menemukan masalah ini. Langkah-langkah perbaikan harus segera dilakukan,” tambahnya.
Kesimpulan
Fenomena warga lebih memilih melapor ke Damkar dibanding ke polisi bukan hanya soal tugas instansi, tetapi soal kecepatan respons dan efektivitas pelayanan. Pengakuan Wakapolri menjadi titik penting bahwa Polri sadar akan kekurangan tersebut dan siap melakukan perbaikan. Ke depan, peningkatan kualitas pelayanan dan kecepatan respons menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan setiap laporan warga ditangani secara profesional.
Refrence : Liputan6