Pemerintah Tiongkok secara tegas mengecam langkah Israel yang memperluas operasi militernya di Jalur Gaza. Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa, 6 Mei 2025. China menyoroti eskalasi konflik yang terus meningkat dan menyerukan penghentian segera atas kekerasan yang terjadi.
“China memantau secara cermat situasi konflik Palestina-Israel,” ujar Lin Jian.
“Kami menentang berlanjutnya operasi militer Israel di Gaza dan mendorong semua pihak untuk segera mewujudkan gencatan senjata yang berkelanjutan dan efektif serta kembali ke jalur penyelesaian politik.”
Israel Serukan Perluasan Operasi, Tarik Pasukan Cadangan
Dalam beberapa hari terakhir, militer Israel—Pasukan Pertahanan Israel (IDF)—telah memanggil puluhan ribu pasukan cadangan untuk memperkuat operasi di Jalur Gaza. Tujuan utama dari operasi ini, menurut IDF, adalah untuk menekan kelompok militan Hamas dan mengembalikan para sandera yang masih ditahan.
Operasi militer terbaru mencakup wilayah-wilayah baru di Gaza, dengan fokus menghancurkan infrastruktur militer Hamas, baik yang berada di atas permukaan tanah maupun di bawah tanah, seperti terowongan.
Media Israel melaporkan bahwa kabinet keamanan telah menyetujui rencana ini, namun pelaksanaan penuh kemungkinan akan ditunda hingga kunjungan Presiden Donald Trump ke kawasan Timur Tengah pekan depan.
Gaza di Ambang Pendudukan Kembali
Dua pejabat senior Israel mengonfirmasi bahwa pemerintah telah menyetujui rencana untuk memperluas kontrol militer di Jalur Gaza. Rencana ini termasuk pemindahan massal warga Palestina dari wilayah utara ke selatan Gaza, serta kemungkinan pendudukan wilayah tersebut untuk jangka waktu yang belum ditentukan.
Pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan pendekatan agresif ini. Dalam pesan videonya di platform X, Netanyahu menyatakan:
“Kami tidak akan masuk lalu keluar seperti sebelumnya. Kami akan memanggil pasukan cadangan, menguasai wilayah, dan memastikan stabilitas jangka panjang.”
Langkah tersebut dinilai kontroversial dan dikhawatirkan akan semakin menghancurkan harapan atas pembentukan negara Palestina merdeka.
Krisis Kemanusiaan Memburuk
Sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas berakhir pada Maret lalu, situasi di Jalur Gaza memburuk secara drastis. Serangan besar-besaran dari Israel telah mengakibatkan sekitar 50 persen wilayah Gaza kini dikuasai militer Israel.
Bahkan sebelum gencatan senjata berakhir, Israel menghentikan semua bantuan kemanusiaan—makanan, air, bahan bakar—yang membuat situasi menjadi krisis kemanusiaan terburuk sejak konflik meletus pada 7 Oktober 2023.
Israel mengklaim serangan Hamas saat itu menewaskan 1.200 orang dan menculik sekitar 250 sandera. Saat ini, 59 sandera diyakini masih berada di Gaza, dengan sekitar 35 di antaranya diduga telah meninggal dunia.
Sementara itu, data otoritas lokal Palestina menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen penduduk Gaza telah mengungsi, dan lebih dari 52.000 orang tewas, sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak.
China Serukan Solusi Politik
China menyerukan agar semua pihak kembali ke meja perundingan. Negeri Tirai Bambu tersebut menekankan bahwa solusi politik merupakan satu-satunya jalan keluar yang adil dan berkelanjutan dalam konflik ini. Beijing juga mengisyaratkan kesiapan untuk berperan aktif dalam mendorong perdamaian melalui dialog internasional.
“Kami mendorong semua pihak untuk menahan diri, melindungi warga sipil, dan memfokuskan upaya pada solusi dua negara sebagai jalan penyelesaian jangka panjang,” tutup Lin Jian.
Refrence : Liputan6