
Ilham Habibie menyoroti bahwa tantangan besar bagi sektor industri saat ini bukan hanya datang dari konflik fisik seperti perang di Ukraina atau ketegangan antara Iran dan Israel. Menurutnya, perang non-fisik berupa perang dagang antara Amerika Serikat dan China justru memberi dampak yang lebih serius, baik secara global maupun terhadap Indonesia.
Ilham menjelaskan bahwa persaingan ekonomi antara dua kekuatan besar dunia ini telah menghambat rantai pasok global, sekaligus mendorong kenaikan harga produk manufaktur. Kondisi ini menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi dan akhirnya memengaruhi efisiensi industri, termasuk potensi pengurangan tenaga kerja.
“Perang dagang antara China dan Amerika sudah jelas membuat situasi jadi lebih rumit. Meski secara tidak langsung, dampaknya tetap terasa di berbagai negara. China masih bergantung pada Amerika, begitu pula sebaliknya, tapi sekarang hubungan itu tidak semudah dulu,” ujar Ilham Habibie dalam wawancara bersama Liputan6.com pada Kamis (26/6/2025).
Dampaknya Terasa Meski Indonesia Tak Terlibat Langsung
Meskipun Indonesia tidak menjadi pihak langsung dalam konflik tersebut, efek domino dari perlambatan pasokan dan kenaikan harga barang-barang teknologi serta bahan baku tetap terasa. Hal ini memberi tekanan pada sektor industri dalam negeri yang sangat bergantung pada impor komponen, khususnya dari Tiongkok.
“Karena pasokan produk berkurang, otomatis harganya naik. Inilah yang kemudian memicu inflasi,” tambah Ilham Habibie.
Inflasi Masih Terkendali di Indonesia
Meski harga bahan baku dan barang teknologi dunia meningkat, Ilham Habibie menilai bahwa inflasi di Indonesia masih dalam kondisi yang relatif stabil. Bahkan, ia menyebut pada awal tahun sempat terjadi deflasi, meskipun hanya berlangsung singkat.
“Inflasi memang meningkat di banyak tempat, tapi di Indonesia, saya rasa tidak begitu parah. Bahkan Januari lalu, kita sempat mengalami deflasi,” jelasnya.
Digitalisasi, Tantangan Baru Dunia Industri
Di luar faktor geopolitik dan ekonomi, Ilham Habibie juga menyoroti digitalisasi sebagai tantangan besar berikutnya bagi sektor industri dan ketenagakerjaan. Menurutnya, transformasi digital memang membuat banyak proses menjadi lebih efisien, tapi juga mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia di sejumlah bidang.
“Masalah ketenagakerjaan di Indonesia menurut saya juga banyak dipengaruhi oleh digitalisasi. Dampaknya lebih terasa dibandingkan perang fisik atau non-fisik dalam hal pengurangan lapangan kerja,” katanya.
Ia menekankan bahwa industri di seluruh dunia kini menghadapi tantangan serupa. Di satu sisi, teknologi meningkatkan produktivitas, tapi di sisi lain menimbulkan ancaman bagi pekerja yang belum siap beradaptasi dengan perubahan digital.
Kesimpulan
Ilham Habibie menegaskan bahwa meskipun konflik bersenjata membawa dampak tersendiri, perang dagang antara Amerika Serikat dan China memberikan tekanan yang lebih kompleks terhadap rantai pasok dan efisiensi industri. Indonesia, meski tidak terlibat langsung, tetap merasakan imbas dari ketegangan global ini. Selain itu, digitalisasi juga menjadi tantangan nyata yang berdampak langsung terhadap struktur ketenagakerjaan.
Karena itu, dunia industri perlu terus beradaptasi dan mempersiapkan strategi untuk menghadapi dinamika global yang makin cepat berubah.
Refrence : Liputan6