Istana Negara menanggapi permintaan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer alias Noel, yang berharap mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Respons Istana Atas Permintaan Amnesti
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menegaskan bahwa Presiden Prabowo menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada penegak hukum.
“Dalam hal ini kita ikuti saja proses hukum. Biar proses hukum yang membuat semua ini terang benderang,” ujar Hasan di Jakarta, Sabtu (23/8/2025).
Hasan juga menegaskan bahwa sejak awal pemerintah mengingatkan jajaran menteri dan pejabat agar tidak bermain-main dengan praktik korupsi. Menurutnya, langkah Noel mencederai komitmen presiden dalam memerangi rasuah.
“Presiden selama 10 bulan ini selalu menegaskan agar pejabat bekerja untuk rakyat dan tidak sekali pun berani melakukan korupsi. Itu artinya beliau sangat serius,” tambah Hasan.
Istana Hormati KPK, Tak Akan Bela Noel
Hasan menekankan bahwa Istana menghormati keputusan KPK yang menetapkan Noel sebagai tersangka. Prabowo, kata dia, tidak akan memberikan perlindungan kepada bawahannya yang terlibat kasus korupsi.
“Presiden sudah jelas, beliau tidak akan membela anak buahnya yang terjerat korupsi. Semua kita serahkan ke proses hukum,” ujar Hasan.
Noel Resmi Tersangka, Minta Amnesti ke Prabowo
Immanuel Ebenezer ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bersama 10 orang lainnya.
Saat digiring ke mobil tahanan KPK dengan mengenakan rompi oranye, Noel sempat melontarkan pernyataan mengejutkan. “Semoga saya mendapat amnesti dari Presiden Prabowo,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (22/8/2025).
Dugaan Suap Rp 3 Miliar dan Motor
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengungkapkan Noel menerima suap senilai Rp3 miliar dari penerbitan sertifikat K3, ditambah satu unit motor.
Menurut KPK, praktik ini sudah berlangsung sejak 2019, meski baru terungkap lewat laporan pada akhir 2024. Total dugaan uang hasil pemerasan dari sertifikasi K3 diperkirakan mencapai Rp81 miliar.
“Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, mulai dari DP rumah, kendaraan, hingga hiburan,” jelas Setyo.
Peran Noel dalam Skema Pemerasan
KPK menegaskan bahwa Noel mengetahui dan bahkan meminta hasil dari pemerasan yang dilakukan anak buahnya.
“Dia tahu, membiarkan, bahkan meminta hasil pemerasan,” kata Setyo.
Modus pemerasan dilakukan dengan mewajibkan buruh membayar Rp6 juta untuk sertifikasi K3, padahal biaya resminya hanya Rp275 ribu. Buruh yang tidak mampu membayar dipersulit atau bahkan tidak diproses permohonan sertifikasinya.
Jumlah tersebut sangat membebani buruh karena dua kali lipat lebih besar dari rata-rata gaji mereka.
Kesimpulan
Kasus yang menjerat Immanuel Ebenezer menegaskan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik korupsi. Istana memastikan tidak ada perlindungan, apalagi amnesti, bagi pejabat yang terlibat. Presiden Prabowo menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada KPK.
Kini, publik menantikan langkah KPK selanjutnya dalam menuntaskan kasus dugaan pemerasan sertifikasi K3 yang merugikan banyak buruh dan perusahaan.
Refrence : Liputan6