
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan seorang penyelenggara negara sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi proyek pengadaan di lingkungan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI. Dari hasil penyidikan awal, jumlah gratifikasi yang diduga diterima mencapai sekitar Rp17 miliar.
“Sejauh ini jumlah gratifikasi yang teridentifikasi sekitar belasan miliar, tepatnya mendekati Rp17 miliar,” ungkap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Senin (23/6/2025).
Meski telah menetapkan satu orang sebagai tersangka, KPK belum mengungkap identitas secara resmi. Saat ditanya mengenai kemungkinan keterlibatan mantan Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono, Budi enggan memberikan konfirmasi.
“Kami belum bisa menyampaikan identitas secara terbuka. Saat ini masih dalam proses,” ujarnya.
Budi juga menyebut akan memastikan terlebih dahulu apakah telah ada tindakan pencegahan ke luar negeri terhadap pihak-pihak terkait.
🕵️♂️ Pemeriksaan Dua Mantan Pejabat Setjen MPR
Sebagai bagian dari proses penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil dua saksi penting: Cucu Riwayati, pejabat PBJ Setjen MPR RI 2020-2021, dan Fahmi Idris, pejabat Pokja-IKPBJ pada tahun yang sama.
Keduanya diduga mengetahui alur gratifikasi yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa di lembaga tersebut.
“Kami mendalami peran dan keterkaitan mereka dengan praktik gratifikasi yang sedang kami telusuri,” tambah Budi.
🗂️ Penyidikan Baru, Fokus pada Proyek Pengadaan
Kasus ini disebut sebagai penyidikan baru oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Budi, fokus penyidikan adalah pada dugaan gratifikasi yang terkait langsung dengan proyek-proyek pengadaan, tanpa menyebutkan jenis proyek yang dimaksud.
“Ini adalah kasus penyidikan baru, belum berkaitan dengan kasus lain yang pernah kami tangani sebelumnya,” ujarnya.
🧾 Sekjen MPR: Tidak Ada Pimpinan yang Terlibat
Sekretaris Jenderal MPR RI saat ini, Siti Fauziah, menegaskan bahwa tidak ada keterlibatan pimpinan MPR RI, baik dari periode 2019–2024 maupun 2024–2029, dalam perkara ini.
“Perkara ini sepenuhnya berada dalam tanggung jawab administratif Sekretariat Jenderal pada masa lalu,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa MPR RI menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan siap bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi demi menjaga integritas lembaga.
📌 Komitmen Transparansi dan Integritas
MPR RI sebagai lembaga tinggi negara menegaskan komitmennya untuk menjaga nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas. Meski sedang disorot, pimpinan lembaga menyatakan tetap menjalankan tugas-tugas konstitusional dengan penuh integritas.
“Kami mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut tuntas perkara ini tanpa intervensi,” tutup Fauziah.
🔍 Kesimpulan: Transparansi di Ujung Tanduk
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dalam pengelolaan anggaran negara, khususnya dalam proyek-proyek strategis di institusi kenegaraan. Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam membuka fakta dan menegakkan hukum secara adil.
Refrence : Liputan6