Mahfud Md: Vonis Harvey Moeis Tidak Logis, Mengganggu Rasa Keadilan

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md. Mengkritik dakwaan dan vonis ringan yang diberikan kepada Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah. Mahfud menilai bahwa keputusan pengadilan dalam kasus ini tidak mencerminkan rasa keadilan mengingat kerugian negara yang sangat besar.
Kritik terhadap Dakwaan dan Vonis Ringan
Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan bahwa Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun. Namun, jaksa hanya menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara dan pengembalian keuangan negara sebesar Rp210 miliar. Menanggapi hal tersebut, Mahfud menyatakan melalui akun Instagramnya bahwa ini sangat tidak logis.
“Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU yang merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun. Dakwaannya konkret ‘merugikan keuangan negara’, bukan potensi ‘merugikan perekonomian negara’,” ujar Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud menyatakan bahwa meskipun dakwaan sangat besar, vonis yang dijatuhkan sangat ringan. “Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun. Tapi vonisnya hanya Rp 211 Miliar, atau sekitar 0,007 persen saja dari dakwaan kerugian keuangan negara,” jelasnya.
Vonis yang Jauh Lebih Ringan dari Tuntutan
Sebelumnya, Harvey Moeis divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti terlibat dalam tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022. Selain itu, ia juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara. Majelis hakim memerintahkan Harvey untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dalam waktu sebulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Namun, vonis yang dijatuhkan jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Yang sebelumnya meminta agar Harvey dihukum 12 tahun penjara. Hakim beralasan bahwa tuntutan tersebut terlalu berat dibandingkan dengan kesalahan Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah.
“Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap Harvey Moeis. Majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologi perkara itu,” kata Eko, Ketua Majelis Hakim.
Alasan Vonis Ringan
Eko menjelaskan bahwa meskipun Harvey Moeis terlibat dalam kerjasama antara PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT), dia tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT dan bukan pembuat keputusan dalam kerja sama tersebut. Harvey juga tidak terlibat dalam administrasi dan keuangan baik dari PT Timah Tbk maupun PT RBT.
“Harvey Moeis hanya bermaksud membantu temannya, Direktur Utama PT RBT, Suparta, karena dia memiliki pengalaman dalam mengelola usaha tambang batu bara,” ujar Eko. Hakim menilai bahwa Harvey Moeis tidak memiliki peran besar dalam hubungan kerja sama antara kedua perusahaan tersebut.
Komentar Mahfud Md tentang Keputusan Pengadilan
Mahfud Md menilai bahwa vonis yang diberikan dalam kasus ini tidak mencerminkan rasa keadilan, terutama karena kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar. Ia menyebut keputusan ini sebagai “tak logis” dan menyentak rasa keadilan masyarakat.
Pernyataan Mahfud ini menyoroti ketidaksesuaian antara besarnya kerugian yang diakibatkan oleh tindakan korupsi Harvey Moeis dan hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan. Banyak yang merasa bahwa hukum harus lebih tegas dalam menangani kasus-kasus korupsi dengan dampak besar terhadap keuangan negara.
Kesimpulan
Kasus Harvey Moeis ini menjadi sorotan publik, terutama terkait dengan ketidakcocokan antara dakwaan besar dan vonis yang ringan. Mahfud Md mengkritik keputusan pengadilan yang dinilai tidak adil dan tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Hal ini menjadi tanda tanya tentang konsistensi dan ketegasan hukum dalam menangani kasus-kasus korupsi besar yang merugikan negara.