
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, baru-baru ini mengungkapkan bahwa pembicaraan tarif dagang antara AS dan Tiongkok telah mengalami kemacetan, yang mengharuskan kedua pemimpin negara tersebut untuk melakukan pembicaraan langsung. Menurut Bessent, diskusi lebih lanjut dengan pihak Tiongkok akan terus berlanjut dalam beberapa minggu mendatang.
“Saya yakin bahwa kami akan mengadakan lebih banyak pembicaraan dengan mereka dalam beberapa minggu ke depan,” kata Bessent, seperti yang dikutip dari CNBC International, pada Jumat (30/5/2025). Bessent juga membuka kemungkinan adanya panggilan telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk membahas tarif impor yang menjadi sumber ketegangan antara kedua negara.
Proses Pembicaraan Tarif yang Terhambat
Sebelumnya, AS dan Tiongkok telah mencapai kesepakatan untuk menangguhkan kenaikan tarif lebih dari 100% selama 90 hari atau hingga pertengahan Agustus 2025. Namun, meskipun ada kesepakatan sementara ini, pembicaraan yang lebih mendalam dan menyeluruh antara kedua negara tampaknya menemui jalan buntu.
Dilaporkan bahwa beberapa pejabat diplomatik dari kedua negara telah melakukan panggilan telepon pada akhir pekan lalu untuk mendiskusikan perkembangan lebih lanjut mengenai masalah tari’f ini. Namun, Bessent berpendapat bahwa diskusi lebih lanjut akan memerlukan keterlibatan langsung dari Donald Trump dan Xi Jinping.
“Saya pikir, mengingat besarnya pembicaraan dan kompleksitasnya, ini akan mengharuskan kedua pemimpin untuk mempertimbangkan satu sama lain,” ujar Bessent dalam wawancaranya dengan Fox News.
Bessent juga menambahkan bahwa hubungan antara Trump dan Xi sangat baik, dan ia yakin bahwa Tiongkok akan hadir saat Presiden Trump memberikan pernyataan atau pilihan terkait kesepakatan ini.
Terakhir Berbicara pada Januari 2025
Trump dan Xi Jinping terakhir kali berbicara pada bulan Januari 2025, menjelang pelantikan Trump untuk masa jabatan keduanya. Meskipun Trump dalam beberapa minggu terakhir menyatakan keinginannya untuk berbicara dengan Xi, banyak analis memperkirakan bahwa Tiongkok hanya akan menyetujui pembicaraan lebih lanjut jika ada kepastian bahwa tidak akan ada kejutan atau perubahan yang tiba-tiba dari pihak AS selama percakapan tersebut.
Penundaan Tarif 50% terhadap Uni Eropa
Dalam perkembangan lain, Donald Trump juga baru saja setuju untuk memperpanjang batas waktu tarif 50% terhadap Uni Eropa hingga 9 Juli 2025. Dalam pengumumannya melalui Truth Social, Trump mengatakan bahwa ia menerima permintaan dari Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Eropa, yang menginginkan perpanjangan waktu untuk menyelesaikan negosiasi terkait tari’f ini.
“Saya setuju untuk memperpanjangnya. 9 Juli 2025 adalah hak istimewa bagi saya untuk melakukannya,” kata Trump, mengonfirmasi bahwa perpanjangan waktu tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan lebih lama bagi Uni Eropa dan AS untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak.
Perubahan Tarif terhadap Uni Eropa
Sebelumnya, Trump mengenakan tari’f 20% pada barang-barang dari Uni Eropa sebagai bagian dari kebijakan tarif timbal balik. Pada 9 April 2025, tari’f ini dipangkas menjadi 10% selama 90 hari, namun beberapa minggu lalu, Trump mengusulkan tarif 50% untuk Uni Eropa, yang rencananya akan dimulai pada 1 Juni 2025.
Trump menekankan bahwa kesepakatan dengan Uni Eropa tidak akan terwujud tanpa adanya perubahan nyata dalam kebijakan dagang mereka. “Diskusi kita dengan mereka tidak akan membuahkan hasil,” kata Trump, menyatakan ketidakpuasannya dengan proses negosiasi yang ada.
“Saya hanya berkata, sudah saatnya kita memainkan permainan ini dengan cara yang saya tahu,” tambah Trump, menunjukkan ketegasan dalam menghadapi Uni Eropa.
Apa Artinya Semua Ini?
Kondisi ini mencerminkan ketegangan perdagangan global yang semakin meningkat antara negara-negara besar. Sementara itu, China dan Amerika Serikat masih perlu menyelesaikan masalah tari’f yang telah mengganggu ekonomi global. Terlebih, dengan banyaknya ketidakpastian terkait kebijakan dagang dari masing-masing pihak, pembicaraan langsung antara Trump dan Xi menjadi semakin penting untuk menyelesaikan kebuntuan ini.
Kesimpulan
Pembicaraan tari’f antara AS dan Tiongkok memang mengalami kemacetan, tetapi dengan Donald Trump dan Xi Jinping yang perlu berkomunikasi langsung, diharapkan solusi yang lebih konkret bisa segera ditemukan. Selain itu, ketegangan tari’f dengan Uni Eropa juga mempengaruhi iklim perdagangan internasional, dengan Trump yang tetap mengedepankan kebijakan tarif tinggi demi kepentingan Amerika. Jika kedua pihak – AS dan Tiongkok – dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, maka hal ini bisa mengurangi ketidakpastian yang telah lama mengganggu pasar global.