Seorang perwira polisi berpangkat AKBP berinisial RA diduga terlibat dalam penggelapan mobil milik warga Cibubur, Jakarta Timur, bernama Siti Nur Hasanah. Aksi tak terpuji ini terungkap setelah korban melaporkan RA ke Bidang Propam Polda Sulawesi Barat serta Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Awalnya, Siti mengenal AKBP RA melalui media sosial. Saat itu, keluarga RA menjalankan usaha biro jasa. Siti pun sempat menggunakan jasa tersebut untuk mengurus biaya balik nama mobil Toyota Yaris miliknya pada 2022. Semuanya berjalan lancar.
Namun, permasalahan muncul pada November 2023, ketika Siti berniat menjual mobil Toyota Rush miliknya yang masih dalam cicilan. Karena melihat Perwira polisi kerap membagikan aktivitas jual-beli mobil di media sosial, Siti pun menghubunginya untuk membantu mencarikan pembeli.
Desember 2023, RA menyampaikan bahwa ada calon pembeli yang tertarik. Ia datang ke rumah Siti di Cibubur bersama rekannya dan meminta izin membawa mobil ke Bandung untuk ditunjukkan kepada pembeli. Siti sempat ragu, tetapi akhirnya luluh setelah diyakinkan Perwira polisi.
Awal Mula Penipuan
Beberapa hari setelah mobil dibawa, Siti mencoba menghubungi RA untuk menanyakan kelanjutan transaksi. Namun, RA hanya menjawab bahwa mobil akan dikembalikan. Mobil tersebut memang sempat dikembalikan, tapi bukan oleh RA, melainkan oleh rekannya.
Dua minggu kemudian, RA menyatakan ingin mengambil alih kepemilikan mobil. Meskipun mobil itu masih dalam tahap cicilan, Perwira polisi menolak melibatkan pihak leasing secara resmi. Siti, yang menaruh kepercayaan pada status RA sebagai Perwira polisi aktif, setuju tanpa perjanjian tertulis.
RA sempat mengembalikan uang muka sebesar Rp150 juta dan membayar Rp31 juta ke pihak leasing. Ia juga membayar cicilan bulanan sebesar Rp4,2 juta selama lima bulan—namun hanya setelah diingatkan terus-menerus oleh Siti.
Intimidasi dan Ancaman
Ketika RA berhenti membayar cicilan, Siti merasa frustrasi. Setiap kali ditagih, Perwira polisi selalu mengelak dan mulai menunjukkan sikap tidak menyenangkan. Bahkan, ia mengancam Siti dengan dalih Undang-Undang Fidusia dan menyita ponsel milik Siti melalui jalur hukum.
Merasa semakin tertekan dan terus ditagih oleh pihak leasing, Siti akhirnya memutuskan untuk melunasi sisa cicilan mobil secara mandiri, sebesar Rp120 juta. Ia kemudian melaporkan RA ke Divisi Propam Mabes Polri pada September 2024.
Siti harus bolak-balik dari Jakarta ke Mamuju untuk menghadiri sidang etik Perwira polisi yang berlangsung di Polda Sulbar. Biaya perjalanan dan proses hukum ditanggung sendiri, dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp300 juta. Hasil sidang menjatuhkan sanksi demosi dan penempatan khusus selama 7 hari kepada RA.
Mobil Dipindahtangankan Tanpa Izin
Di tengah proses hukum, Siti menemukan fakta mengejutkan: mobilnya sudah dipindahtangankan kepada seorang perempuan bernama Alberta. Melalui komunikasi di media sosial, Alberta mengaku menerima mobil tersebut dari Perwira polisi sebagai bentuk ganti rugi atas kerugian yang ia alami—sebesar Rp125 juta dan satu unit Toyota Innova.
Parahnya, RA menggunakan kunci serep dan dokumen kendaraan dari Siti yang sebelumnya diminta dengan alasan administratif, untuk mengambil mobil tersebut dari rumah Alberta tanpa sepengetahuan pemilik barunya.
Laporan Berlanjut, Proses Pidana Masih Lamban
Alberta pun turut melaporkan RA ke Mabes Polri. Dalam sidang etik kedua pada Mei 2025, RA dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Namun, ia mengajukan banding.
Sementara itu, proses pidana yang dilaporkan Siti ke Polda Metro Jaya sejak November 2024 belum menunjukkan perkembangan signifikan. Meski Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sudah diterbitkan pada Juni 2025, hingga kini belum ada penetapan tersangka.
Siti berharap keadilan ditegakkan. Bagi dirinya, insiden ini tak hanya menimbulkan kerugian materiil, tapi juga menghancurkan reputasi dan kondisi psikologisnya. Ia meminta kepastian hukum dan perlindungan atas intimidasi yang dialami dari pihak yang seharusnya melindungi masyarakat.
Refrence : Liputan6