Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk. Membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang dijadwalkan pada 1 Januari 2025. Diah meminta pembatalan tersebut sebagai “kado tahun baru” bagi rakyat Indonesia.
Menurut Diah, rencana Kementerian Keuangan untuk menaikkan tarif PPN tersebut berdasarkan amanat Pasal 7 UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, Diah menegaskan bahwa Pasal 7 harus dipahami secara keseluruhan. Bukan hanya merujuk pada ayat pertama yang menyebutkan kenaikan tarif menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
“Dengan segala hormat, amanat Pasal 7 harus dipahami secara utuh. Jangan hanya diambil Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi. Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu (a) sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; (b) sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” ujar Diah dalam keterangannya, Sabtu (21/12/2024).
Diah juga mengingatkan bahwa keputusan terkait kenaikan PPN harus mempertimbangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang juga merupakan komitmen Presiden Prabowo dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2024, serta anggota DPR RI pada pelantikan 1 Oktober 2024.
“Marilah kita juga membaca dan memahami Pasal 7 ayat (3). ‘Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%,’” kata Diah.
Dukungan Terhadap Pembatalan Kenaikan PPN
Dengan mengingat hal tersebut, Diah menyatakan dukungannya terhadap Presiden Prabowo untuk membatalkan rencana kenaikan PPN 12%. Ia menyarankan untuk menunda atau bahkan membatalkan kenaikan tersebut. Sesuai dengan amanat Pasal 7 ayat (3) dan ayat 2 (a) yang lebih mengutamakan implementasi sistem self-assessment monitoring dalam tata kelola perpajakan.
“Menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12% sesuai dengan amanat. Pasal 7 ayat 3 dan ayat 2 (a) yang menerapkan dengan tegas sistem self-assessment monitoring dalam tata kelola perpajakan,” tambah Diah.
Pentingnya Satu Data Pajak Indonesia
Menurut Diah, sistem monitoring tersebut akan memastikan akurasi dalam sistem perpajakan Indonesia. Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa perpajakan tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan utama negara. Tetapi juga dapat menjadi instrumen pemberantasan korupsi dan strategi pelunasan utang negara.
“Sistem satu data pajak Indonesia penting untuk menguji SPT wajib pajak, akurasi pemetaan, perencanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang legal maupun ilegal. Semua transaksi keuangan dan non-keuangan wajib pajak harus dilaporkan secara lengkap dan transparan,” pungkas Diah.
Dengan pembatalan atau penundaan kenaikan PPN 12%, Diah berharap dapat tercipta sistem perpajakan yang lebih baik, adil, dan transparan bagi seluruh rakyat Indonesia.