
Jakarta — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa dirinya sudah mengetahui jauh-jauh hari bahwa ia akan dinyatakan bersalah dalam kasus suap yang melibatkan mantan calon legislatif PDIP, Harun Masiku, dan eks Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan.
“Sejak beberapa waktu lalu, bahkan sejak bulan April, saya sudah memperoleh informasi mengenai vonis yang berkisar antara 3,5 hingga 4 tahun,” ujar Hasto kepada media usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (25/7).
Vonis terhadap Hasto Kristiyanto akhirnya dijatuhkan oleh Hakim Rios Rahmanto pada Jumat (27/7/2025), yang memutuskan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara bagi Hasto karena terbukti ikut serta dalam tindak pidana suap dalam proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024.
Meski dinyatakan bersalah, hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Pledoi: Menggugat Keadilan
Dalam pembelaannya di persidangan, Hasto Kristiyanto menyampaikan pledoi dengan tema “Menggugat Keadilan”. Ia menegaskan bahwa proses hukum yang menjeratnya tidak lepas dari dinamika politik nasional.
“Kasus ini sangat berkaitan dengan posisi saya di partai dan momentum konsolidasi menjelang Kongres PDI Perjuangan. Sejak awal sudah muncul isu bahwa akan ada yang mencoba mengganggu stabilitas partai,” tegasnya.
Ia menilai, langkah-langkah hukum yang dikenakan terhadapnya memiliki dimensi politik yang kuat, khususnya karena posisinya sebagai tokoh penting partai pemenang pemilu.
Mimpi Baru: Menjadi Pengacara Rakyat
Meski tengah menjalani masa sulit, Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa proses ini membuka jalan baru dalam hidupnya. Ia mengaku telah diterima sebagai mahasiswa S1 Ilmu Hukum, dan memiliki cita-cita menjadi pengacara yang membela wong cilik—istilah untuk rakyat kecil atau masyarakat bawah.
“Saya ingin mengikuti jejak tokoh-tokoh seperti Mas Febri, Pak Maqdir, Prof Todung, Bung Ronny, dan para penasihat hukum lainnya yang konsisten membela keadilan. Saya ingin jadi pembela mereka yang tertindas oleh kekuasaan,” jelas Hasto Kristiyanto dengan penuh semangat.
Ia menambahkan bahwa banyak rakyat kecil menjadi korban dari sistem hukum yang tidak adil, dan ia ingin berada di garis depan perjuangan hukum untuk membela mereka.
Reaksi Publik dan Catatan Politik
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut nama besar dalam politik nasional dan menguak kembali bayang-bayang buron Harun Masiku, yang hingga kini belum tertangkap. Banyak pihak menilai bahwa proses hukum terhadap Hasto Kristiyanto menjadi bagian dari dinamika politik yang lebih besar.
Namun sebagian pengamat juga menilai bahwa keputusan hakim telah melalui proses hukum yang sah dan dapat menjadi preseden bagi penanganan kasus serupa ke depan.
Sementara itu, pihak PDIP belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah politik selanjutnya, namun sejumlah elite internal partai menyatakan dukungan moral terhadap Hasto dan menegaskan bahwa konsolidasi partai tetap berjalan sesuai rencana.
Kesimpulan:
Vonis 3,5 tahun terhadap Hasto Kristiyanto bukan hanya babak baru dalam kasus Harun Masiku, tetapi juga membuka lembaran baru bagi Hasto pribadi. Ia tidak hanya menerima keputusan hukum, tetapi juga mengarahkan dirinya untuk menjadi pejuang keadilan bagi rakyat kecil.
Transformasi dari seorang elit partai menjadi calon pembela hukum rakyat merupakan langkah yang jarang terjadi di tengah politik yang keras. Waktu akan membuktikan apakah tekad Hasto Kristiyanto menjadi pengacara wong cilik akan benar-benar terwujud atau hanya menjadi bagian dari narasi politik pasca vonis.
Refrence : Liputan6