Perbaikan layanan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kembali menjadi sorotan setelah muncul wacana pembekuan lembaga tersebut bila tak segera melakukan reformasi. Meski demikian, para importir menilai perubahan besar di tubuh Bea Cukai membutuhkan waktu, pendalaman, serta evaluasi menyeluruh.
Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menegaskan bahwa peningkatan kinerja DJBC seharusnya dilakukan dengan pembinaan dan pembenahan, bukan penghentian fungsi lembaga. Hal ini disampaikan menanggapi rencana pembekuan DJBC apabila perbaikan signifikan tidak segera terlihat.

Ketua Umum GINSI, Subandi, menilai pelayanan Bea Cukai sejauh ini sudah cukup responsif, terutama terkait proses importasi.
“Kalau ada kekurangan dari Bea Cukai, sudah sewajarnya diperbaiki, bukan malah ingin dibekukan,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Subandi mengakui bahwa kendala yang kerap muncul biasanya berkaitan dengan persoalan teknis seperti gangguan sistem Ceissa. Namun, menurutnya, secara keseluruhan pelayanan dari proses pengajuan dokumen hingga penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) berjalan cukup cepat, terutama di Pelabuhan Tanjung Priok dan sejumlah pelabuhan besar lainnya.
Ultimatum Menkeu dan Ancaman Kembalinya Sistem Orde Baru
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan ultimatum keras kepada DJBC untuk segera memperbaiki kinerja. Jika tidak, sistem kepabeanan dikhawatirkan akan dikembalikan ke pola pengawasan ala Orde Baru, dengan menyerahkan fungsi pemeriksaan kepada perusahaan asing seperti Societe Generale de Surveillance (SGS).
Pada era tersebut, SGS mengambil alih sebagian fungsi Bea Cukai sehingga banyak pegawai DJBC harus dirumahkan. Menkeu menilai langkah ini dapat menjadi opsi cadangan apabila reformasi internal tidak menunjukkan perkembangan signifikan.
Ancaman tersebut justru membuat jajaran Bea Cukai ikut terpacu untuk memperbaiki layanan demi mempertahankan kewenangan strategis mereka.

Pengamat: Pembekuan Bukan Jalan Keluar
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menilai wacana pembekuan DJBC bukan solusi ideal.
“Ada ungkapan ‘leadership is the key’. Artinya, yang harus dibenahi adalah kepemimpinan dan manajemen internal, bukan lembaganya,” kata Prianto.
Menurutnya, Menkeu dan pimpinan DJBC seharusnya fokus pada reformasi menyeluruh terhadap kelemahan internal, apalagi masih banyak pegawai berintegritas yang mampu mendorong perubahan positif.
Momentum ini, lanjut Prianto, justru harus menjadi kesempatan bagi pegawai yang memiliki kapabilitas untuk tampil dan melakukan perbaikan dari dalam.
Seruan untuk Tidak Pesimistis
Prianto meminta masyarakat tidak pesimistis terhadap kemampuan DJBC untuk berbenah. Dengan lebih dari 16 ribu pegawai, ia meyakini mayoritas staf memiliki integritas dan profesionalisme yang bisa diandalkan.
Ia juga menegaskan bahwa ancaman pembekuan tidak perlu menimbulkan kekhawatiran berlebihan soal dampaknya terhadap logistik nasional, investasi, dan penerimaan negara.
“Tidak semua pegawai DJBC itu bermasalah. Reformasi internal masih sangat mungkin dilakukan tanpa langkah ekstrem seperti pembekuan,” tegasnya.
Refrence : Liputan6