
Kesenjangan sosial dan ekonomi di Jakarta menjadi sorotan tajam, terutama setelah pernyataan dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang menyebut bahwa “orang kaya makin kaya”, sementara masyarakat bawah semakin tertinggal. Fenomena ini menunjukkan ketimpangan yang makin tajam di ibu kota negara, sebuah persoalan serius yang perlu ditanggapi oleh berbagai pihak.
Kesenjangan Ekonomi yang Kian Nyata
Dalam pernyataannya, Pramono Anung menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Jakarta tidak serta-merta memberikan manfaat merata bagi seluruh lapisan masyarakat. “Kita bisa lihat bagaimana orang kaya di Jakarta makin makmur, properti tumbuh pesat, pusat perbelanjaan penuh, tapi banyak warga miskin justru semakin tertekan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan hanya akan memperparah jurang antara kaya dan miskin. Jakarta, sebagai pusat bisnis dan pemerintahan, memperlihatkan ketimpangan secara mencolok, mulai dari perbedaan tempat tinggal, akses terhadap pendidikan, hingga layanan kesehatan.
Fenomena ‘Dua Dunia’ di Ibu Kota
Di Jakarta, tidak sulit menemukan kontradiksi mencolok: apartemen mewah berdiri di samping pemukiman kumuh, kendaraan mewah berpapasan dengan pengemudi ojek online yang berjuang memenuhi kebutuhan harian. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan infrastruktur dan kemajuan kota belum sepenuhnya berpihak pada semua warganya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks ketimpangan (gini ratio) di Jakarta mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Ketimpangan tersebut dipicu oleh distribusi pendapatan yang tidak merata dan akses ekonomi yang sulit dijangkau masyarakat bawah.
Pramono Minta Pemerintah Daerah Lebih Responsif
Pramono Anung mendesak agar pemerintah daerah DKI Jakarta lebih proaktif dalam menyusun kebijakan yang berpihak pada kelompok rentan. Menurutnya, program bantuan sosial, penyediaan hunian layak, pendidikan murah, hingga fasilitas kesehatan yang merata harus menjadi prioritas utama.
“Jangan sampai kita membangun kota modern, tapi meninggalkan masyarakat yang tidak sanggup mengikuti lajunya,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan sektor swasta dan komunitas lokal dalam mengurangi ketimpangan sosial. Pelatihan kerja, UMKM, hingga akses ke teknologi digital bagi warga miskin menjadi langkah strategis untuk mendorong inklusi ekonomi.
Langkah Nyata Dibutuhkan, Bukan Sekadar Wacana
Pengamat ekonomi menyebut bahwa peringatan dari Pramono harus dijadikan momentum evaluasi. Selama ini, banyak kebijakan yang cenderung menguntungkan kelompok atas tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap kelompok ekonomi lemah.
Jika tidak ditangani serius, ketimpangan sosial bisa memicu permasalahan baru seperti meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, dan polarisasi sosial. Pemerintah pusat dan daerah dituntut untuk segera mengambil langkah konkret.
Kesimpulan
Pernyataan Pramono Anung tentang orang kaya yang makin kaya di tengah ketimpangan Jakarta seharusnya menjadi peringatan keras bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan bisa membahayakan keberlanjutan sosial. Jakarta perlu strategi pembangunan yang tidak hanya fokus pada infrastruktur dan investasi, tetapi juga keadilan sosial dan kesejahteraan bersama.
Refrence : Liputan6