
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merespons informasi publik terkait perlintasan kapal induk Amerika Serikat USS Nimitz (CVN-68) beserta kapal pengawalnya di perairan Indonesia. Kapal induk bertenaga nuklir tersebut diketahui melakukan pelayaran dari Laut Natuna Utara menuju Selat Singapura, kemudian melintasi Selat Malaka untuk selanjutnya menuju Samudera Hindia.
Terkait kabar tersebut, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Kristomei Sianturi menyampaikan apresiasi atas kepedulian masyarakat yang turut melaporkan keberadaan kapal asing tersebut. Menurutnya, partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan pergerakan kapal perang asing merupakan wujud nyata dari sistem pertahanan semesta (Sishankamrata).
“Kami ucapkan terima kasih atas kepedulian masyarakat dalam melaporkan aktivitas kapal perang asing. Ini adalah bentuk cinta tanah air dan bagian dari upaya bersama menjaga kedaulatan nasional,” ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (25/6/2025).
TNI: Pelayaran USS Nimitz Sesuai Aturan Internasional
Terkait aktivitas USS Nimitz, Mayjen Kristomei menegaskan bahwa pelayaran kapal induk AS itu mematuhi aturan hukum laut internasional, khususnya Hak Lintas Transit sebagaimana diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
“USS Nimitz menggunakan Hak Lintas Transit saat melalui Selat Malaka, sebagaimana diatur dalam UNCLOS. Kapal asing, termasuk kapal perang, diperbolehkan melintas tanpa harus meminta izin negara pantai selama mematuhi ketentuan dan tidak mengganggu keamanan,” jelasnya.
Dalam pelayaran tersebut, USS Nimitz didampingi oleh tiga kapal perang pengawal milik Angkatan Laut Amerika Serikat, yakni:
-
USS Curtis Wilbur (DDG-54)
-
USS Gridley (DDG-101)
-
USS Lenah Sutcliffe Higbee (DDG-123)
Menurut pantauan TNI, gugus tempur tersebut pertama kali terdeteksi di wilayah perairan Indonesia pada 17 Juni 2025. Hingga laporan terakhir pada 23 Juni 2025, kelompok kapal induk tersebut telah berada sekitar 100 nautical miles di selatan Selat Hormuz, memasuki wilayah Timur Tengah.
Pemahaman Singkat Terkait Hak Lintas di UNCLOS 1982
Dalam konteks hukum laut internasional, UNCLOS 1982 mengatur tiga bentuk hak lintas yang diakui bagi kapal asing:
-
Hak Lintas Damai (Innocent Passage)
Digunakan saat melintas di laut teritorial negara lain, selama tidak mengganggu ketertiban dan keamanan. -
Hak Lintas Transit (Transit Passage)
Berlaku di selat internasional seperti Selat Malaka, yang menghubungkan dua bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif (ZEE). -
Hak Lintas Alur Laut Kepulauan (Archipelagic Sea Lanes Passage)
Digunakan saat melintasi wilayah negara kepulauan seperti Indonesia, antara dua bagian laut bebas atau ZEE.
Pelayaran USS Nimitz melalui Selat Malaka sepenuhnya berada di bawah kategori Hak Lintas Transit, dan dengan demikian tidak memerlukan izin khusus dari Indonesia, selama pelayaran dilakukan tanpa mengganggu ketertiban dan keamanan nasional.
TNI Tetap Siaga Jaga Wilayah Kedaulatan
Mayjen Kristomei menegaskan bahwa meskipun pelayaran kapal asing sesuai aturan, TNI tetap melakukan pengawasan ketat terhadap semua aktivitas yang melintasi wilayah yurisdiksi nasional. Hal ini adalah bagian dari komitmen TNI dalam menjaga kedaulatan dan stabilitas kawasan, terutama di jalur strategis seperti Selat Malaka—yang merupakan salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia.
“Kami terus memantau pergerakan kapal asing untuk menjamin keamanan dan stabilitas. Ini adalah bentuk kesiapsiagaan kami sebagai penjaga garda terdepan NKRI,” tegas Kapuspen TNI.
Kesimpulan
Pelayaran USS Nimitz dan kapal pengawalnya di Selat Malaka telah dikonfirmasi oleh TNI sebagai bagian dari hak pelayaran internasional yang sah. Meski demikian, TNI tetap melakukan pengawasan sebagai bentuk tanggung jawab dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional.
Dengan partisipasi aktif masyarakat serta profesionalisme prajurit TNI, Indonesia menunjukkan kesiapan dan kewaspadaan tinggi terhadap setiap aktivitas asing di wilayah perairan strategisnya.
Refrence : Liputan6